TEMPO.CO, Jakarta - Platform teknologi finansial (tekfin/fintech) memiliki potensi untuk menjadi sumber big data UMKM demi mempermudah permodalan. Oleh sebab itu, Indonesia Fintech Society (IFSoc) merekomendasikan agar platform fintech makin gencar melakukan kerja sama dengan berbagai stakeholder.
Ekonom CORE sekaligus Steering Committee IFSoc Hendri Saparini menekankan peran dari fintech pendanaan bersama atau peer-to-peer lending (P2P lending) yang potensial merealisasikan fungsi intermediary dari lembaga jasa keuangan konvensional.
Pasalnya, data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menunjukkan terdapat 46,6 juta pelaku UMKM yang belum mendapatkan akses pembiayaan perbankan karena terbatasnya jangkauan pendanaan dari Bank maupun P2P lending.
IFSoc pun mendorong fintech P2P lending berkolaborasi dengan bank sehingga memperluas jangkauan pendanaan produktif dengan limit dan tenor yang sesuai profil risiko. "Melalui channeling dengan bank, regulator dapat mempertimbangkan agar P2P lending yang memenuhi syarat prudential dapat menyalurkan pendanaan lebih dari Rp2 miliar," kata Hendri, Rabu 21 April 2021.
IFSoc juga menemukan UMKM seringkali menghadapi masalah tidak mempunyai jaminan (collateral) yang dapat diserahkan kepada Bank dan memiliki credit score rendah dalam pengajuan permodalan. Untuk itu, IFSoc mendorong Bank dan Fintech untuk kolaborasi dengan sistem digital seperti e-commerce, ride-hailing, serta platform-platform digitalisasi besutan pemerintah, untuk memanfaatkan jejak digital sebagai alat ukur kelayakan pendanaan.
"Data Kemenkop UKM menyatakan saat ini sudah ada 12 juta UMKM terdigitalisasi. Untuk itu, bank dan fintech dapat memanfaatkan alternative credit scoring untuk UMKM, seperti data transaksi digital maupun telekomunikasi (pulsa/tagihan telepon), untuk pelaku UMKM yang belum memiliki rekening bank dan menggantikan collateral yang saat ini menghambat UMKM dalam mendapatkan pendanaan," ujarnya.
Dia menyatakan IFSoc juga mendorong pembentukan kelompok usaha (korporatisasi) UMKM agar memberikan daya saing yang tinggi dan risiko bisnis yang lebih rendah, dan linkage antara UMKM dengan industri besar.
"Hal itu sebagai upaya UMKM untuk masuk dalam rantai nilai secara nasional sehingga meningkatkan kelayakan mendapatkan pendanaan produktif," ungkapnya.